Radio Rodja 756AM

News Updates :

Menyikapi Umat Islam Yang Tertindas (Bagian 2)

Senin, 29 Juli 2013


4. Dilarang Menggunakan Bom Bunuh Diri Untuk Membantai Musuh.
Membunuh orang kafir dengan mengorbankan dirinya karena akan membunuh jumlah yang banyak dari orang kafir, hukumnya haram.

Syaikh Ibn Baz ditanya : Bagaimana hukum orang yang mengorbankan dirinya bertujuan untuk membunuh kelompok orang Yahudi?

Beliau (Syaikh) menjawab: Sudah saya jelaskan berulang kali, bahwa perbuatan ini dilarang, karena temasuk bunuh diri. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman : وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ (Dan janganlah kamu membunuh dirimu) An Nisa`: 29.

Tsabit bin Adh Dhahaq Radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia ini, maka dia akan disiksa besok pada hari Kiamat". [HR Muslim, 5587]

Kaum Muslimin hendaknya berusaha menasihati mereka. Dan bila disyariatkan jihad, hendaknya berjihad bersama pemimpin kaum Muslimin. Jika terbunuh -Alhamdulillah-. Adapun membunuh diri dengan alasan akan (dapat) membunuh orang kafir dengan jumlah yang banyak; demikian ini adalah salah, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menikam dirinya, hukumnya adalah haram. Lihat kitab Al Fatawa Ashriyah Fi Qadhaya Ashriyah, hlm. 166.

Ketiga : Umat Islam Dilarang Menganiaya Masyarakat Dengan Alasan Karena Mereka Berbuat Maksiat.
Ingkar mungkar tidak harus merusak anggota badan atau harta benda, apalagi mereka beragama Islam, karena negeri yang di dalamnya dikumandangkan adzan termasuk Daulah Islamiyah, wajib dilindungi jiwa, harta dan kehormatannya. Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata:


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ إِذَا غَزَا قَوْمًا لَمْ يُغِرْ حَتَّى يُصْبِحَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا


أَغَارَ بَعْدَ مَا يُصْبِحُ

"Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila akan menyerang suatu kaum, tidaklah Beliau menyerang sehingga datang waktu Subuh. Jika Beliau mendengar adzan, maka Beliau menahan diri. Dan jika tidak mendengar adzan, maka Beliau mulai menyerang setelah waktu Subuh". [HR Bukhari, 2725)]

Imam Nawawi berkata: ”Hadist ini menunjukkan bahwa adzan, menahan serangan kaum muslimin kepada penduduk negeri tersebut. Karena adzan menjadi bukti, bahwa negeri itu adalah negeri Islam”. Lihat Syarah Shahih Muslim, 4/84.

Al Imam Al Qurthubi berkata: ”Adzan adalah tanda yang membedakan antara Darul Islam dan darul kufur”. Lihat Tafsir Al Qurthubi (6/225).

Fatwa ulama Salaf ini membantah hizbiyyin yang menghalalkan darah kaum Muslimin dengan alasan karena mereka berbuat maksiat dan pemimpinnya tidak berhukum dengan hukum Islam. Lihat sikap Imam Ahmad ketika dipenjara oleh pemimpin yang zhalim, karena dipaksa harus mengatakan Al Qur’an itu makhluk. Imam Ahmad bersabar, tidak menyerah dan tidak mengajak umat keluar dari jamaah.

Adapun untuk menghadapi bermacam kemungkaran yang melanda suatu negeri, baik berupa kemusyrikan, bid’an dan kezhaliman, maka Ibnul Qayyim berkata: ”Adapun jihad melawan bermacam bentuk kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran, ada tiga cara. Dengan kekuatan bila mampu. Jika tidak mampu, berpindah dengan lisan. Jika tidak mampu, maka jihad dengan hatinya”. Lihad Zadul Ma’ad (3/11).

Yang dikatakan Ibnul Qayyim ini berdasarkan hadits, bahwa Abu Sa’id Al Khudzri Radhiyallahu 'anhu mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ

الْإِيمَانِ

"Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaklah merubah dengan tangannya. Maka jika tidak mampu, hendaknya merubah dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, hendaknya merubah dengan hatinya. Yang demikian itu selemah-lemahnya iman". [HR Muslim, 70]

Ketahuilah, bahwa mengingkari kemungkaran, hukumnya wajib bagi setiap orang Islam sesuai kemampuannya masing-masing. Bagi yang memiliki kekusaan dan kekuatan atau pihak yang bertanggung jawab, hendaknya merubah dengan kekuasaannya. Bagi yang memiliki ilmu dinul Islam yang cukup, hendaknya merubah dengan lisannya berupa nasihat. Bagi setiap muslim yang tidak memiliki dua perkara di atas, wajib mengingkari dengan hati, membenci dan berharap agar kemungkaran tersebut segera lenyap. Untuk lebih jelasnya, lihat Zadul Ma’ad (3/11).

Dalil hadits dan keterangan ulama Salaf ini telah dilanggar oleh mujahid yang hanya mengandalkan emosi dan jalan pikirannya saja, sehingga apa yang diperkirakan dapat menyelesaikan perkara, tetapi sebaliknya, justru menambah kemungkaran musuh. Apa yang dilancarkan oleh Usamah bin Laden dan kawan-kawannya, tidaklah membuat musuh Allah menjadi takut, tetapi sebaliknya, bahkan menambah kehancuran sebagian besar kaum muslimin.

Mufti Kerajaan Saudi Arabia Ibn Baz berkata: ”Orang yang berbuat maksiat tidak boleh dibunuh, dan mereka tidak boleh pula diserang; tetapi harus dikembalikan kepada hukum Islam, karena kita wajib menghukumi dengan syariat Islam. Tetapi, jika tidak ada hakim yang menghukumi mereka dengan syariat Islam, maka mereka cukup dinasihati. Dan dinasihati juga waliyul ’amri, tentunya dengan cara yang baik. Hendaknya mereka diarahkan kepada kebaikan dan saling tolong-menolong, sehingga mereka berhukum dengan syariat Allah. Adapun orang yang memerintah dan melarang, lalu memukul atau membunuh pelaku maksiat (itu) tidak boleh, tetapi hendaknya bekerjasama dengan pihak yang berwajib dengan cara yang lembut. Lihat kitab Kaifa Nualiju Waqiana Al Alim, hlm. 182.

Fatwa ini membantah mujahid yang hanya bermodal berani, sehingga merajam orang yang zina, membantai orang yang berjudi, membakar rumah pemabuk, merusak gereja dan bangunan lainnya, yang akhirnya pemerintah harus mengganti kerugiannya.

5. Umat Islam Dilarang Menggulingkan Pemimpin Islam, Walau Pemimpin Itu Belum Menerapkan Hukum Islam.
Diantara syubhat mujahid hizbi yang terpendam di dalam hatinya, mereka memiliki prinsip ”bila negara tidak ditegakkan syariat Islam, dia adalah negara kafir, wajib diperangi”. Dengan prinsip inilah mereka berupaya menggulingkan pemimpin dan mengajak rakyat agar keluar dari barisan mereka sampai berdirinya Khilafah Islamiyah. Mereka membunuh pejabat dan menculiknya. Aksi demontrasi, kudeta, peledakan-peledakan, pembajakan pesawat, orasi mengungkapkan kezaliman pemimpin lewat mimbar-mimbar dan media massa mereka gencarkan sampai tujuan dapat tercapai. Perbuatan demikian ini semua, hukumnya haram. Silahkan membaca kitab Al Fatawa Syar’iyah Fil Qadhaya Al Ashriyah, Al Ajwibah Al Muhimmah Fil Masyakilil Mulimmah, kitab Kaifa Nualiju Waqina Al Alim, dan kitab-kitab manhaj dakwah lainnya.

Adapun cara menghadapi pemimpin yang zhalim, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyuruh utusanNya, yaitu Nabi Musa Alaihissallam agar mendatangi Fir’aun dan menasihati dengan lemah lembut. Lihat surat An Naziat ayat 17-18 dan Thaha ayat 44. Jika Fir’aun sebagai kampiun manusia yang berbuat kemusyrikan hingga menyatakan dirinya sebagai tuhan dinasihati dengan lembut, tentunya pemimpin yang beriman lebih berhak untuk dinasihati dengancara yang lemah lembut pula.

Iyadh bin Ghanim berkata,”Wahai, Hisyam bin Hakam! Sungguh kami telah mendengar apa yang kamu dengar, dan kami melihat apa yang kamu lihat. Bukankah kamu mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Barangsiapa ingin menasihati pemimpin dalam suatu perkara, janganlah membongkar kesalahannya., Hendaknya mendatangi dan menasihatinya dengan baik. Jika diterima, itulah manfaatnya. Jika tidak, dia telah menunaikan kewajibannya’.” [R Imam Ahmad, 1/403 dan As Sunnah oleh Ibn Abi Ashim, 2/521]

Prinsip ini harus kita pegang, karena bila pemimpin difitnah, maka bahayanya lebih besar daripada maslahahnya, baik dari sisi keamanan, ekonomi, kenyamanan ibadah dan kelancaran dakwah.

Adapun istilah ”Daulah Islamiyah”, bahwa tegaknya Daulah Islamiyah tidaklah harus berbentuk Khilafah Islamiyah, kendati sebaiknya meski demikian. Dan alhamdulillah, para ulama sunnah, walaupun mereka hidup tanpa khilafah, dakwah mereka tetap berjalan dan bermanfaat bagi umat.

Ad Dasuqi berkata,”Sesungguhnya negeri Islam tidaklah berubah menjadi negara kafir (darul harbi) karena penguasaan dipimpin oleh orang kafir, tetapi hingga putus penegakan syi’ar-syi’ar Islam di dalamnya.” Lihat Hasiyah Dasuqi (2/188).

Al Kasani berkata,”Tidak ada khilaf di antara para sahabat kami (mazhab Hanafi), bahwasanya darul kufur berubah menjadi Darul Islam dengan nampaknya hukum Islam padanya. Mereka berselisih dengan sebab apa (sehingga) Darul Islam berubah menjadi darul kufur? Abu Hanifah berkata, Darul Islam tidak berubah menjadi darul kufur, kecuali dengan tiga syarat :
1. Dominannya hukum-hukum kafir padanya.
2. Bersambungnya dengan darul kufur.
3. Di dalam negeri tersebut tidak tersisa seorang muslim, dan seorang dzimmi yang merasa aman dengan jaminan keamanan dari kaum Muslimin. Abu Yusus dan Muhamad berkata, Darul Islam berubah menjadi darul kufur disebabkan karena dominannya hukum-hukum kufur padanya. Lihat Badai’ Shani’ (7/130).

6. Umat Islam Hendaknya Berjihad (Dalam Arti Luas) Melawan Musuh.
Ketauhilah, bahwa yang dinamakan musuh bukan hanya orang kafir. Hawa nafsu, setan, orang munafik, orang kafir, orang musyrik, ahli bid’ah dan orang maksiat pun musuh bagi mujahid. Karena itu para ulama –misalnya- Ibnul Qayyim Al Jauzi membagi jihad ada empat macam. (Yaitu): Pertama, jihad melawan hawa nafsu, dan ini hukumnya fardhu ’ain. Maka harus dilawan dengan menuntut ilmu din (agama), beramal, berdakwah dan bersabar, sebagaimana disebutkan di dalam surat Al Ashr. Kedua, jihad melawan setan. Ketauhilah, setan menyerang manusia dengan dua cara. Jika seseorang itu malas beribadah dan sedikit ilmu din, dia diserang dengan digalakkan syahwatnya senang kepada maksiat. Tetapi jika orang tersebut ahli ibadah, maka dimasukilah ia dengan perbuatan syubhat, agar merasa kurang puas dengan hanya mengikuti Sunnah, sehingga mereka harus menambah tata cara ibadah. Adapun cara jihad melawan setan ini, yaitu dengan kesabaran ketika bangkit syahwatnya, dan dengan meyakini cukupnya dalil Sunnah bila ingin menambahinya, sebagaimana Allah menjelaskan, bahwa kemenangan diperoleh dengan dua cara; yakin dan sabar. Lihat surat Al Anbiya` ayat 73. Ketiga, yaitu berjihad melawan orang kafir dan orang munafik, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Demikian beberapa pemikiran salafiyin berkaitan dengan problematika yang menimpa kaum Muslimin. Hendaklah kita mengambil pelajaran dari setiap peristiwa, kemudian menjadikannya sebagai bekal dalam berdakwah mengajak manusia kepada kalimat thayyibah, la ilaha illallah. Kalimat inilah yang didakwahkan oleh para rasul, sejak Nabi Nuh q hingga Rasul terakhir, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.


Oleh Ustadz Aunur Rofiq Ghufron, Lc
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

http://almanhaj.or.id
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Blog Arulli Munadiyan 2013 | Template Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates.